Melawan Fanatisme Agama demi Peradaban

“Yang anda percayai itu belum tentu fakta, apalagi anda paksa untuk diterima seluruh umat manusia”

Kenapa fanatisme agama itu perlu dibenci? Benci fanatisme agama itu tidak sama dengan benci agama. Selain karena fanatisme itu mengakibatkan radikalisme dengan kekerasan dari orang-orang fundamentalis-radikalis seperti pembakaran rumah ibadah Ahmadyah, pengeboman gereja, pelemparan orang homoseksual dari atas gedung, persekusi aktifis FPI kepada keturunan tionghoa yg menyatakan pendapatnya di sosial media, sampai yg ranah politik, dikotomi pribumi non-pribumi, campur aduk antara politik pemerintahan dan agama, alat tak-tik pelenggangan kekuasaan dari elit politik, ada lagi yang lebih berbahaya dari itu.

Agama itu bersifat pakem, antikritik, dan berangkat dari kesimpulan yang dipercaya. Apapun teorinya sudah pasti final tidak boleh diubah. Hal itu sangat berbeda dengan sains yg berangkat dari hipotesis, observasi, baru kesimpulan. Sains sangat terbuka untuk teori yang lebih benar.

Sering kali timbul cocoklogi dari agama, ternyata penemuan ini sudah diramalkam di kitab suci dan seterusnya. Kalau anda merasa kitab suci anda sejalan dengan sains, tidak usah khawatir, agama lain juga begitu kok. Kalau anda merasa potret/lafadz Tuhan anda ada di awan atau buah jeruk, agama lain juga punya cocoklogi serupa kok. Tenang saja. Anda hanya perlu belajar agama selain agama anda dari sumber yang benar-benar netral. Tapi balik lagi, itu kalau temuan sains bisa dicocoklogikan, kalau tidak maka orang fanatis ini akan sangat anti terhadap sains itu sendiri.

Sebenarnya bagi sains sendiri, tidak ada urgensi untuk selalu cocok meladeni semua agama. Tapi belajar dari sejarah, masyarakat yg anti ilmu pengetahuan itu mundur dari segi peradaban.

Pada masa Yunani kuno, Socrates dijatuhi hukuman mati karena filsafatnya bertentangan dengan kaum Sofis ketika itu. Pada masa abad pertengahan, ketika otoritas pemerintahan dipegang oleh gereja lalu Eropa menjadi anti ilmu pengetahuan, orang percaya bahwa alam semesta adalah geosentris, terjadilah persekusi kepada ilmuwan Galileo Galilei dan Girodano Bruno misalnya. Pada masa  golden age Islam, ilmuwan besar semacam Ibnu Sina, Al-Khayyam, Al Tusi, dll dikafir-kafirkan oleh konservatif hingga pada puncaknya Al-Gazali menuntut pemurnian ajaran islam, pelarangan belajar filsafat, akhirnya runtuhlah masa kejayaan islam. Pada masa Black Death menyerang Eropa, orang-orang Nasrani mengira bahwa itu kutukan yang dibawa orang Yahudi hingga terjadilah pembantaian besar-besaran.

Pada dewasa ini sains sebenarnya telah berkembang sedemikian rupa, namun fanatisme agama juga mulai mempengaruhi dunia lagi. Ada Negara Turki yang dipimpin oleh Edorgan melarang teori evolusi diajarkan di sekolah karena bertentangan dengan Al-Qur’an. Di Amerika, Kristen Fundamentalis memaksa teori (tidak ilmiah) kreasonis sebagai alternatif teori evolusi masuk ke kurikulum pendidikan. Di India orang-orang Hindu fundamentalis meminum kencing Sapi dan mempercayainya sebagai obat dengan setumpuk jurnal ilmiah kencing sapi dapat mengakibatkan Leptospirosis. Di Indonesia muncul penolakan vaksinasi dari muslim fundamentalis karena menganggap itu alat Yahudi untuk pemusnahan umat Islam. Muncul juga teori konspirasi bumi datar yang kitab suci sebagai fondasinya. Ngeyel menolak fakta sains bahwa homoseksual adalah variasi orientasi seksual bukan penyakit mental. Mengatakan babi haram karena dapat menyebabkan penyakit dengan setumpuk jurnal ilmiah bahwa babi sehat dikonsumsi. Mengatakan kencing unta halal karena dapat menyembuhkan kanker dengan setumpuk jurnal ilmiah bahwa kencing unta dapat mengakibatkan penyakit MERS.

Sebenarnya tidak masalah kalau kamu tidak makan babi, atau minum kencing unta, atau minum kencing sapi karena agama, tapi jangan memalsukan sains untuk melegitimasi dong.

Harus belajar berapa kali lagi untuk mengambil kesimpulan?

Sama juga ketika mencampur adukkan pemerintahan dengan politik. Kenapa saya sangat anti dengan sistem pemerintahan berbasis khilafah misalnya, bukan karena saya benci ajaran Islam. Tapi perlu buka mata bagaimana lagi, Prancis setelah revolusi memisahkan agama dengan pemerintahan menjadi contoh negara maju. Afganistan setelah menegakkan pemerintahan berbasis Khilafah tahu sendiri lah keadaannya sekarang. Indonesia masih belum mau sekuler, eh malah selalu bawa-bawa agama di ranah politik.

Agama memang tak akan sejalan dengan sains. Agama didasari rasa percaya sedangkan sains didasari rasa skeptis. Sedangkan orang akan terusik ketika kepercayaannya tidak sesuai kenyataan, dan yang perlu dilakukan adalah cek dulu dong kepercayaan anda, bukannya menyalahkan fakta untuk sesuai kepercayaan anda.

Tidak ada yang menyuruh anda tidak beragama, tidak fanatis dalam beragama itu tidak sama dengan tidak beragama. Benci fanatis agama itu tidak sama dengan benci agama.

Leave a comment